Gubernur Jambi

 

Musri Nauli

Oleh : Musri Nauli 


“Bang, kapan kami bisa ketemu wo Al Haris ?”, terdengar suara di ujung telephone. Dari seorang Kepala Desa. 

“Langsung saja, tuk Kades. Pintu selalu Terbuka untuk para Kades yang menyampaikan keinginan dan kebutuhan masyarakat”, kataku. 

“Cerita dari Bangko, jam berapapun, dia akan menerima. Pak Gub tahu. Kepala Desa yang datang, pasti urusannya Penting”, kataku menambahkan. 

Teringat cerita dari Kepala Desa di Merangin. Mereka yang datang ke Bangko, dari Desa yang jauh dari Bangko, terutama yang berada di Jangkat ataupun Jangkat Timur. 

“Jam berapapun kami diterima. 

Bagaimanapun, perjalanan dari Jangkat ke Bangko memerlukan waktu seharian”, lanjut cerita pak Kades. 

Yap. Pagi pun dari Jangkat, pasti Siang hari berhenti di Lembah Masurai ataupun di Muara Siau. Mengejar makan Siang. 

Setelah istirahat di Lembah Masurai ataupun di Muara Siau, barulah turun ke Bangko. Itupun memerlukan waktu 2-3 jam. 

Sehingga bisa dipastikan sore hari barulah tiba di perkantoran Bupati di Bangko. 

Namun Al Haris ketika menjabat sebagai Bupati Merangin, ketika kedatangan Kepala Desa akan memprioritaskan kedatangan Kepala Desa. 

Walaupun sudah banyak yang antri untuk menghadap Bupati, namun apabila adanya Kades yang datang walaupun agak sore, Al Haris memprioritaskan bertemu dengan Kepala Desa. 

Apabila dirasa tidak terkejar waktunya, malamnya malah disarankan ke rumah Dinas ataupun rumah pribadi. 

Sehingga kedatangan Kepala Desa tidak sia-sia. 

Cerita dari Bangko dan dari Kepala Desa di Bangko membuat saya yakin. Siapapun Kepala Desa yang datang ingin bertemu dengan Al Haris maka akan diprioritaskan. 

“Alhamdulilah, bang. Sudah ketemu ?, kata sang Kepala Desa. Terdengar suaranya bergembira. 

Berbagai keluhan, masalah dan usulan yang disampaikan oleh Kepala Desa telah diterima dengan Al Haris. 

Al Haris sebagai Gubernur Jambi kemudian membuat perencanaan. Masuk kedalam anggaran Provinsi Jambi. Tidak tanggung-tanggung. Multi years. 

Dan sekarang sudah mulai dirasakan. 

“Syukurlah, tuk”, kataku. Sembari melanjutkan pekerjaan sehari-hari. Bergelut dengan tumpukkan dokumen yang menggunung. (*)